Kenikmatan




Nikmatilah Hidup Ini

Seberapa luas dunia yang anda ciptakan ? Banyak orang hanya memiliki dunia seluas meja tulisnya. Atau sepetak ruang kerjanya. Atau mungkin sebesar gedung kantornya saja. Pandanglah keluar, tebarkan pandangan anda, carilah ujung cakrawala, nikmatilah cahaya matahari sore menemani perjalanan pulang anda ke rumah. Dunia anda jauh lebih luas dari yang anda sangka. Ruang yang tersedia bukan hanya antara rumah dan ruang kerja anda. Anda dianugerahi lautan, pegunungan, hutan, mata air dan berbagai keindahan alam lainnya. Sadarilah bahwa semua ini tak kalah berharganya, karena itu jangan sia-siakan waktu anda untuk tidak melebur dengan keindahan yang tiada tara. Jangan ragu untuk meninggalkan pekerjaan anda. Esok masih ada, kecuali anda mau menyesal karena disaat pandangan anda telah mulai lamur, anda baru tersadar akan keelokan alam ini.

Pekerjaan anda bisa menunggu, namun umur anda takkan kembali. Waktu adalah anak panah yang melesat kencang, anda tak mungkin mampu menghentikan atau melambatkannya. Selama waktu masih tersisa, tak perlu ragu untuk menikmati kehadiran anda di bumi ini. Ketika anda menyadari betapa berharganya itu semua, andapun menyadari betapa berharganya anda yang mungil ini di alam semesta yang maha luas ini. Kehadiran anda bagian dari alam ini. Hiduplah penuh keseimbangan.


Temukan Cinta Anda

Bila anda tak mencintai pekerjaan anda, maka cintailah orang-orang yang bekerja di sana. Rasakan kegembiraan dari pertemanan itu. Dan pekerjaanpun jadi menggembirakan. Bila anda tak bisa mencintai rekan-rekan kerja anda, maka cintailah suasana dan gedung kantor anda, ini mendorong anda untuk bergairah berangkat kerja dan melakukan tugas-tugas dengan lebih baik lagi. Bila toh anda juga tidak bisa melakukannya, cintai setiap pengalaman pulang pergi dari dan ke tempat kerja anda. Perjalanan yang menyenangkan menjadikan tujuan tampak menyenangkan juga. Namun bila anda tak menemukan kesenangan disana, maka cintai apapun yang bisa anda cintai dari kerja anda, tanaman penghias meja, cicak di atas dinding atau gumpalan awan dari balik jendela.

Apa saja . . . ! Bila anda tak menemukan yang bisa anda cintai dari pekerjaan anda, maka mengapa anda ada disitu ? Tak ada alasan lagi bagi anda untuk tetap bertahan. Cepat pergi, dan carilah apa yang anda cintai, lalu bekerjalah di sana. Hidup hanya sekali, tak ada yang lebih indah selain melakukan dengan rasa cinta yang tulus.


Sahabat

Periksalah kembali persahabatan yang pernah anda rajut. Apakah masih terbentang disana ?. Atau anda telah melupakannya jauh sebelum ini. Bekerja keras dan meniti jalan karir bukan berarti memisahkan anda dari persahabatan. Beberapa orang mengatakan bawa menjadi pemimpin itu berteman sepi, selalu mengerjakan apapun sendiri. Memang pohon yang menjulang tinggi berdiri sendiri, perdu yang rendah tumbuh bersemak-semak. Demikiankah hidup yang anda jalani ? Bukan . . Jangan kacaukan karir dengan kehidupan yang semestinya. Persahabatan merupakan bagian dari hidup anda. Binalah persahabatan. Anda akan merasakan betapa kayanya hidup anda, berbagi kesedihan pada sahabat, mengurangi kesedihan. Berbagi kebahagiaan pada sahabat, memperkokoh kebahagiaan.

Orang bijak bilang bahwa sahabat adalah satu jiwa dalam tubuh yang berbeda. Dan sahabat anda yang terdekat adalah keluarga anda. Barangkali itulah mengapa bersahabat meringankan beban anda, karena di dalam persahabatan tidak ada perhitungan. Disana anda belajar menghindari hal-hal yang tidak anda setujui, dan senantiasa mencari hal-hal yang anda sepakati, itu juga mengapa persahabatan adalah kekuatan. Sebagaimana kata pepatah, hidup tanpa teman, matipun sendiri.


Kuatnya Sebongkah Harapan

Dahulu ada seorang pengusaha yang cukup berhasil di kota ini. Ketika sang suami jatuh sakit, satu per satu pabrik mereka dijual, harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan. Sang suami pun telah tiada. Beberapa tahun kemudian, rumah makan itupun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil di sebelah pasar. Setelah sekian lama tak mendengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri dibantu oleh anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang-orangpun masih mengenal masa lalunya yang berkelimpahan, namun ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli. Wahai ibu, bagaimana kau sedemikian kuat ?

"Harapan Nak ! Jangan kehilangan harapan !". Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia.